Jumat, 26 Februari 2010

26022010

Sudah hampir delapan belas tahun aku mengenal seorang pria bernama Supriyana.

Pria itu dilahirkan sebagai bungsu dari tujuh bersaudara di sebuah desa kecil di pinggiran Bantul dalam sebuah keluarga pejabat dusun. Saya tidak terlalu mengerti tentang masa kecilnya, mungkin dia seorang anak energik yang sering membuat pusing kedua orangtuanya atau mungin malah seorang anak patuh dan taat pada orangtuanya. Entahlah. Yang saya tahu dia sempat mengenyam pendidikan di kota Yogyakarta pada jenjang pendidikan menengah atasnya di STM 1. Mungkin ini menandakan dia seorang yang bisa dipercaya orangtuanya.

Dia bekerja sebagai seorang buruh di sebuah perusahaan minyak di sebuah kota kota industri kecil bernama Cilacap. Pekerjaan yang cukup cocok dengan latar belakang pendidikannya. Saya agak lupa apakah dia mengambil pendidikan D3 atau tidak sebelumnya, tapi saya ingat ketika dia lulus dari jenjang S1 dari sebuah sekolah tinggi di Purwokerto dalam bidang teknik mesin. Pekerjaan ini telah menghidupi dia dan keluarga kecil yang dibentuknya bersama seorang wanita bernama Indriyatun.

Ada sebuah alasan yang membuatnya tidak ingin hanya menjadi seorang buruh saja, dia berontak dan memutar otak kreatifnya sampai dia menemukan ide untuk membuat sebuah usaha las listrik dan gas. Usaha yang membutuhkan cukup banyak modal itu memberi cukup tambahan pemasukan bagi keluarganya sampai suatu saat usaha itu tidak bisa lagi dijalankan karena beberapa hal. Namun,berselang beberapa saat, dia kembali memutar lagi otak kreatifnya sampai dia membuka sebuah usaha persewaantenda, alat-alat persta, dan properti pameran outdoor. Sebuah terobosan yang berani dilakukan dengan modal yang cukup besar pula. Usaha tersebut terus membuahkan hasil yang cukup manis sampai saat ini. Usaha buatannya yang terus bertumbuh dengan segala manis pahitnya. Semuanya tidak terlepas dari pandangan masa depannya yang cukup baik.

Di balik segala kelebihannya, dia seorang yang sedikit kaku dan ambisius, kadang cukup merepotkan orang di sekitarnya. Dia seorang yang kurang mampu mengikuti perkembangan teknologi.

Menilik kehidupan keluarganya. Dia telah berhasil membina pernikahannya selama 21 tahun dengan segala manis pahit yang dia dan anggota keluarganya rasakan. Sebuah ikatan kudus yang telah dikaruniai empat buah kasih. Walau mungkin sering merasa agak jengkel dengan kekurangannya, istri dan anak-anaknya mengasihinya apa adanya secara tulus. Menghormatinya sebagai seorang kepala keluarga. Begitu pula sebaliknya. Mungkin dapat disebut sebagai sebuah keluarga yang harmonis.

Dia mendukung apa yang dilakuakan keempat buah kasihnya dengan memberi mereka kebasan untuk berkarya sesuai kemampuan dan minat mereka sambil terus mendidik mereka penuh kasih dengan sesekali nada tinggi terlontar dari mulutnya. Ajaran yang sangat mendasar tentang hidup, hak asasi, kewajiban, dan tanggung jawab.

Dia telah hidup setengah abad tepat pada hari ini. Sebuah perjalanan yang cukup panjang sebagai seorang manusia untuk mengenyam pendidikan hidup. Sebuah perjalanan yang cukup panjang untuk memulai dan mengakhiri sesuatu. Sebuah perjalanan yang cukup panjang untuk mengenal, melakukan, dan menghasilkan sesuatu.

Semoga hidupnya akan terus terlindung dalam kasih-NYA dengan segala dinamika yang terus mendidiknya dan membuatnya merasakan buah dari pohon yang telan ditanamnya. Kehidupannya pribadi, bersama keluarganya, dan bersama dunia.

Sampai saat ini aku masih mengenalnya dan berkomunikasi dengannya.

Sampai saat ini aku masih mengenalnya sebagai BAPAKku.



*sebuah catatan sebagai ucapan selamat ulang tahun dari seorang anak yang meninggalkan bapak dan keluarganya untuk melanjutkan studi

0 komentar:

Posting Komentar